Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, memberikan apresiasi terhadap dua putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) di bawah kepemimpinan Hakim Suhartoyo. Menurutnya, putusan tersebut dinilai menggembirakan bagi publik.
Pernyataan ini disampaikan Muslim Arbi pada hari Minggu, 16 November 2025, menanggapi keputusan MK yang berkaitan dengan Dwifungsi Polri dan masa konsesi lahan bagi investor di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Apresiasi Dua Putusan Kunci MK
Muslim Arbi menyoroti dua putusan yang dianggapnya sebagai prestasi. Pertama adalah putusan yang mengembalikan Polri ke fungsinya semula dan menghentikan praktik dwifungsi. Kedua adalah pemangkasan durasi hak guna bagi investor di IKN dari sebelumnya 160 tahun menjadi 35 tahun. Menurutnya, kedua putusan ini telah meredakan keresahan yang ada di tengah masyarakat.
Perbandingan dengan Kepemimpinan Terdahulu
Muslim Arbi membandingkan kondisi MK saat ini dengan masa kepemimpinan sebelumnya di bawah Anwar Usman, yang ia sebut sebagai ipar dari Joko Widodo (Jokowi). Ia menyatakan bahwa pada periode tersebut, MK mendapat berbagai julukan negatif seperti Mahkamah Kalkulator atau Mahkamah Keluarga.
Ia berpendapat bahwa di bawah kepemimpinan Suhartoyo, MK kini telah kembali ke jalan yang sesuai dengan kehendak rakyat, setelah sebelumnya dinilai kerap mengeluarkan putusan yang melukai publik.
Kritik terhadap Putusan Masa Lalu
Dalam pernyataannya, Muslim mengkritik sejumlah putusan MK di masa lalu yang dianggapnya merugikan. Ia mencontohkan putusan terkait Omnibus Law yang menurutnya menzalimi rakyat dan negara, meskipun mendapat penolakan luas dari kaum buruh.
Selain itu, ia juga menyinggung putusan yang memungkinkan Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon wakil presiden meski belum memenuhi syarat usia. Muslim menyebut Gibran sebagai "anak haram konstitusi" akibat putusan yang dinilainya mencederai konstitusi tersebut.
Tugas Lanjutan Mengenai Isu Ijazah
Lebih lanjut, Muslim Arbi berharap MK dapat menyelesaikan polemik lain yang dianggapnya belum tuntas. Ia mendesak MK untuk mengambil peran dalam mengakhiri kontroversi mengenai dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi serta ketidakjelasan riwayat pendidikan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Menurutnya, upaya masyarakat untuk menggugat isu ijazah Jokowi di pengadilan seringkali menghadapi penolakan. Ia menyebut penyelesaian kasus ijazah ini sebagai pekerjaan rumah bagi para hakim MK untuk membela kebenaran dan keadilan, serta sebagai langkah untuk memulihkan kerusakan konstitusi, hukum, dan demokrasi di Indonesia.
Referensi:
Sumber artikel: www.gelora.co (17/11/2025)
0 Komentar