RUU KUHAP Dituding Mengarah Pada Penyalahgunaan Wewenang oleh Aparat, Komisi III: Itu Hoaks

RUU KUHAP Dituding Beri Kuasa Absolut ke Polisi, Komisi III Beberkan Fakta Sebenarnya

Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan klarifikasi terhadap sejumlah informasi yang dinilai keliru mengenai Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Penjelasan ini disampaikan secara langsung oleh Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, dalam sebuah rapat paripurna yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada hari Selasa, 18 November 2025.

Habiburokhman menyatakan bahwa klarifikasi tersebut diperlukan untuk meluruskan berita bohong atau hoaks yang beredar secara masif di media sosial menjelang pengesahan RUU tersebut.


Bantahan atas Kewenangan Tanpa Izin Hakim

Habiburokhman menyoroti narasi yang menyebutkan bahwa RUU KUHAP akan memberikan kewenangan kepada aparat kepolisian untuk menyadap, merekam, dan mengakses alat komunikasi digital tanpa memerlukan izin dari hakim. Ia secara tegas menyatakan bahwa informasi tersebut tidak benar. Menurutnya, isu penyadapan tidak diatur dalam RUU KUHAP, melainkan akan diatur dalam undang-undang tersendiri sesuai dengan Pasal 135 ayat (2).

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa seluruh fraksi di Komisi III memiliki kesepahaman bahwa mekanisme penyadapan di masa mendatang harus diatur secara hati-hati dan wajib memperoleh izin dari ketua pengadilan.


Mekanisme Pemblokiran Rekening dan Penyitaan

Klarifikasi juga diberikan terkait isu pemblokiran tabungan dan rekening digital secara sepihak oleh polisi. Habiburokhman membantah hal ini dan merujuk pada Pasal 139 ayat (2) dalam draf RUU KUHAP. Pasal tersebut, menurutnya, mengatur bahwa semua tindakan pemblokiran, baik terhadap tabungan maupun data digital, harus didasarkan pada izin dari hakim atau ketua pengadilan.

Hal serupa berlaku untuk penyitaan perangkat seperti gawai, laptop, dan data elektronik. Berdasarkan Pasal 44 RUU KUHAP, setiap tindakan penyitaan wajib melalui mekanisme hukum yang sah, yaitu dengan izin dari ketua pengadilan negeri.


Syarat Penangkapan dan Penahanan Diperketat

Habiburokhman juga menepis klaim bahwa polisi dapat melakukan penangkapan, penggeledahan, atau penahanan tanpa adanya konfirmasi tindak pidana. Ia menjelaskan bahwa Pasal 93 dan Pasal 99 dalam RUU KUHAP yang akan disahkan justru mengatur bahwa tindakan tersebut harus dilakukan dengan sangat berhati-hati. Syarat utama untuk melakukan tindakan tersebut adalah adanya minimal dua alat bukti yang sah.


Sikap DPR terhadap Dinamika Publik

Menanggapi adanya pro dan kontra di masyarakat, Habiburokhman mengakui masih ada pihak yang menolak pengesahan RUU KUHAP. Ia menyatakan tidak mengetahui secara pasti apakah penolakan tersebut disebabkan oleh informasi yang tidak tepat atau merupakan sikap politik yang konsisten. Di sisi lain, ia juga menyebut bahwa banyak masyarakat yang justru mendesak agar RUU KUHAP segera disahkan.

Menurutnya, kritik dan dukungan merupakan sebuah keniscayaan dalam dinamika demokrasi. Sebagai penutup, Habiburokhman mengutip asas hukum "omnis disputatio finem habere debet" yang berarti setiap perdebatan harus memiliki akhir, dan kemudian menyampaikan sebuah pantun: "Ubur-ubur ikan lele, KUHAP baru kita sahkan le."

Referensi:

Sumber artikel: www.gelora.co (18/11/2025)

0 Komentar

Produk Sponsor