Mengundang Tokoh Pro-Zionis, Gus Yahya Melanggar Nilai dan Ajaran Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah

Posisi Gus Yahya Terancam: Syuriyah PBNU Anggap Undangan Tokoh Pro-Zionis Cemarkan Nama Baik

Isu mengenai pemberhentian Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mengemuka menyusul beredarnya surat yang ditandatangani oleh Rais Aam PBNU, Miftachul Akhyar. Surat tersebut merupakan sanksi atas keputusan mendatangkan narasumber pro-Zionis dalam sebuah acara resmi PBNU.

Kebenaran surat tersebut dikonfirmasi oleh Wakil Rais Aam PBNU, KH Afifuddin Muhajir, pada Jumat, 21 November 2025. Surat itu adalah risalah dari rapat tertutup Harian Syuriyah PBNU yang digelar sehari sebelumnya, 20 November 2025, di Jakarta dan dihadiri oleh 37 dari 53 pengurus Syuriyah.


Dasar Keputusan Rapat Syuriyah PBNU

Berdasarkan risalah rapat, tindakan mengundang narasumber yang terafiliasi dengan jaringan Zionisme internasional ke Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU) dipandang telah melanggar nilai dan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah. Selain itu, langkah tersebut juga dianggap bertentangan dengan Muqaddimah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama.

Rapat Syuriyah juga menyimpulkan bahwa penyelenggaraan AKN NU dengan narasumber tersebut di tengah kecaman dunia terhadap Israel telah memenuhi ketentuan Pasal 8 huruf a Peraturan Perkumpulan NU Nomor 13 Tahun 2025. Pasal tersebut mengatur tentang pemberhentian tidak dengan hormat bagi fungsionaris yang melakukan tindakan yang mencemarkan nama baik perkumpulan.


Kontroversi Kunjungan Kader NU ke Israel

Sebelumnya, beberapa peristiwa yang menghubungkan PBNU dengan Israel telah menjadi perhatian publik. Pada Juli 2024, sejumlah orang yang diidentifikasi sebagai intelektual muda Nahdliyin melakukan kunjungan ke Israel dan bertemu dengan Presiden Isaac Herzog. Rombongan tersebut antara lain terdiri dari seorang dosen UNUSIA, serta anggota dari Pagar Nusa, PWNU DKI Jakarta, dan Fatayat.

Menanggapi kecaman luas atas kunjungan tersebut, Gus Yahya menyampaikan permohonan maaf pada 16 Juli 2024. Ia menyatakan bahwa individu-individu tersebut berangkat bukan atas mandat kelembagaan PBNU dan merupakan tanggung jawab pribadi mereka. Ia juga menyebut bahwa sebuah NGO yang mengundang mereka.

Namun, dalam sebuah video, salah satu peserta kunjungan, dosen UNUSIA Zainul Maarif, menyatakan bahwa mereka adalah generasi ketiga NU yang akan melanjutkan warisan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam memperkuat dialog antaragama.


Peran dalam Kedatangan Pemikir Pro-Zionis

Insiden lain terjadi pada Agustus 2025 saat Universitas Indonesia (UI) mengundang pemikir asal Amerika Serikat, Peter Berkowitz, yang dikenal mendukung Zionisme. Terungkap kemudian bahwa kedatangan Berkowitz ke UI merupakan bagian dari rangkaian acara yang diselenggarakan PBNU.

Sebelum acara di UI, Berkowitz telah mengisi empat seminar di AKN NU pada 15-16 Agustus 2025, yang diikuti oleh 25 anggota NU. AKN NU merupakan program kaderisasi tingkat tertinggi di PBNU. Informasi juga menyebutkan bahwa Gus Yahya, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UI, yang mengusulkan agar Berkowitz diundang ke universitas tersebut. Gus Yahya tercatat pernah bertemu Berkowitz di AS pada September 2024.


Konteks Historis Gus Dur dan Israel

Sebagai perbandingan, pada tahun 1999, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid pernah mewacanakan pembukaan hubungan diplomatik dengan Israel. Namun, wacana tersebut disertai syarat yang tidak dapat ditawar, yaitu kemerdekaan Palestina dan penarikan mundur Israel dari Dataran Tinggi Golan. Gus Dur diketahui berteman dengan Shimon Peres, yang menerima Nobel Perdamaian 1994 bersama Yitzhak Rabin dan Yasser Arafat.

Referensi:

Sumber artikel: www.gelora.co (23/11/2025)

0 Komentar

Produk Sponsor