Sobat Unfold, perdebatan seputar sistem pemilihan presiden dan wakil presiden kembali menghangat. Kali ini, datang dari tokoh hukum tata negara sekaligus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof Jimly Asshiddiqie, yang mengusulkan perubahan radikal namun cukup masuk akal dalam sistem pemilihan pemimpin negara.
Jimly menyarankan agar pemilihan presiden tetap dilakukan secara langsung oleh rakyat. Namun berbeda dengan wakil presiden, yang menurutnya sebaiknya diserahkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI.
Usulan Jimly Bukan Tanpa Tujuan
Melansir dari pemberitaan gelora.co (13/06/2025), usulan ini ia sampaikan dalam sebuah diskusi bertajuk "Menimbang Amandemen Konstitusi" di Jakarta Selatan. “Biar capresnya banyak, dan yang kedua, biar dia kuat, dia (presiden) dipilih langsung oleh rakyat. Wakilnya enggak usah, wakilnya dipilih oleh MPR saja,” tegas Jimly.
Argumen utama Jimly berangkat dari kenyataan politik yang tak bisa dipungkiri: dalam praktiknya, pasangan calon kerap terbentuk bukan karena kesamaan visi atau chemistry kepemimpinan, melainkan hasil negosiasi elitis dan transaksi politik di belakang layar. Wapres sering kali hanya pelengkap — bahkan tak jarang, menjadi alat kompromi antarpartai.
Wapres Harus Dipercaya Penuh oleh Presiden, Bukan Hasil Transaksi Politik
Dalam pandangan Jimly, mekanisme baru ini akan menghindari jebakan kompromi politik dalam pemilihan wakil presiden. Ia menekankan bahwa wapres haruslah sosok yang memang dipercaya dan disetujui penuh oleh presiden terpilih. “Jadi orang yang dia sepakati, orang yang dia percaya. Jadi jangan orang lain karena negosiasi politik, karena tekanan politik, karena macam-macam,” jelasnya. Untuk menjaga akuntabilitas dan konsistensi, presiden tetap harus mengajukan nama terlebih dahulu. Nantinya, MPR akan memutuskan secara formal. Ini mirip seperti sistem semipresidensial di beberapa negara maju.Skema Serupa Diterapkan di Negara Lain
“Rusia, Perancis, sama. Presidennya cuma satu. Tapi setelah dia terpilih, dia mengajukan Perdana Menteri calonnya ke Parlemen," tambahnya. Namun, Indonesia tetap akan memiliki posisi wakil presiden, bukan perdana menteri. Bedanya hanya pada cara pemilihannya. “Sedangkan di kita yang saya maksud, enggak begitu. Dia tetap wakil presiden cuma mekanisme pemilihannya saja oleh MPR," tegas Jimly.Usulan Patut Dipertimbangkan untuk Pemerintahan yang Bersih
Sobat Unfold, di tengah semakin pragmatisnya peta politik kita, usulan Prof Jimly bisa jadi alternatif menyegarkan. Jika benar-benar diterapkan, potensi terjadinya transaksi politik dalam proses penentuan cawapres bisa diminimalkan.Dengan begitu, presiden bisa benar-benar fokus memilih sosok yang bisa diajak kerja bareng, bukan sekadar "teman koalisi".
Satu hal yang pasti, wacana ini layak diuji secara terbuka dan melibatkan suara publik, agar demokrasi kita tetap kuat dan bebas dari kompromi yang merugikan rakyat.
Sumber: gelora.co

0 Komentar