
Berita terbaru dari DEMOCRAZY.ID mengungkapkan bahwa utang luar negeri yang ditinggalkan oleh Presiden Jokowi jadi masalah besar bagi efisiensi anggaran pemerintah saat ini.
Menurut Muhammad Said Didu, mantan Sekretaris Badan Usaha Milik Negara, saat Jokowi mulai menjabat pada 2014, utang negara hanya sekitar Rp300 triliun. Namun, dalam waktu sepuluh tahun, utang itu melonjak hingga 4,5 kali lipat. “Beban utang dibungkus dengan kata efisiensi, semua jadi menderita oleh Jokowi,” ungkapnya.
Kini, di bawah kepemimpinan Prabowo, pemerintah terpaksa melakukan efisiensi anggaran yang ketat. Didu menambahkan, tahun ini pemerintah harus membayar utang sebesar Rp1.352 triliun, termasuk bunga dan pokok. Ini jelas jadi beban berat bagi rakyat.
Pengamat ekonomi, Awalil Rizky, juga menyoroti masalah utang luar negeri yang terus meningkat. Ia menjelaskan bahwa posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir 2024 mencapai US$424,85 miliar, dengan rincian utang pemerintah dan Bank Indonesia sebesar US$230,74 miliar, sementara utang swasta mencapai US$194,11 miliar. “Era Jokowi, total utang luar negeri tumbuh 44,84%, tapi utang pemerintah dan BI melonjak hingga 77,85%,” jelasnya.
Lebih lanjut, Rizky membeberkan bahwa utang pemerintah per Desember 2024 mencapai US$203,14 miliar, naik 3,31% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, utang pemerintah di era SBY (2004-2014) naik 75,23%, sedangkan di era Jokowi hanya 64,08%. “Utang naik lebih pesat, tapi porsi utang dalam negeri makin besar,” tambahnya.
Dari semua data ini, jelas terlihat bahwa warisan utang dari era Jokowi menjadi 'biang' masalah bagi pemerintah saat ini. Rakyat pun bertanya-tanya, apakah Prabowo bisa mengatasi beban yang ditinggalkan oleh pendahulunya, atau justru akan semakin memperburuk keadaan?
Sumber: democrazy.id
0 Komentar