Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelenggarakan sidang uji materiil terhadap Pasal 169 huruf r Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Gugatan yang diajukan oleh Bonatua Silalahi ini mempersoalkan ketentuan syarat pendidikan bagi calon presiden dan wakil presiden.
Sidang yang berlangsung pada Selasa (2/12/2025) di Jakarta tersebut beragendakan pendahuluan untuk mendengarkan perbaikan permohonan dari pihak pemohon.
Tuntutan Utama Pemohon
Dalam persidangan, kuasa hukum pemohon, Ghafur Sangadji, memaparkan tujuh poin petitum. Poin utama dalam permohonan tersebut adalah meminta MK menyatakan Pasal 169 huruf r UU Pemilu inkonstitusional bersyarat. Menurut pemohon, pasal tersebut harus dimaknai bahwa ijazah yang digunakan sebagai syarat pencalonan wajib diverifikasi keasliannya melalui proses autentikasi faktual oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Proses autentikasi tersebut diusulkan untuk dilakukan oleh KPU sebagai pencipta arsip berdasarkan UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, atau oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) serta lembaga kearsipan daerah sesuai kewenangannya. Hasil autentikasi ini kemudian wajib didokumentasikan sebagai arsip autentik negara.
Perintah bagi Lembaga Negara
Petitum yang dibacakan juga mencakup serangkaian perintah kepada beberapa lembaga negara. Pemohon meminta MK memerintahkan KPU untuk menyesuaikan proses verifikasi administrasi pencalonan presiden dan wakil presiden agar sejalan dengan makna konstitusional yang baru.
Selain itu, pemohon juga meminta agar ANRI dan lembaga kearsipan daerah diperintahkan untuk melaksanakan kewenangan otentikasi arsip sesuai ketentuan yang berlaku. Permohonan tersebut turut mendesak agar Presiden dan DPR melakukan penyesuaian terhadap UU Pemilu agar selaras dengan putusan MK nantinya.
Catatan dari Hakim Konstitusi
Majelis hakim konstitusi yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra memberikan sejumlah catatan terhadap permohonan yang diajukan. Hakim menyoroti bahwa perbaikan permohonan yang dilakukan oleh pihak Bonatua Silalahi belum sempurna. Meskipun demikian, majelis hakim tetap menerima perbaikan tersebut dengan catatan.
Saldi Isra menyatakan bahwa pihaknya telah memberikan nasihat agar pemohon mempelajari cara menyusun permohonan dan petitum yang baik. "Kami sebetulnya sudah menasihatkan supaya bisa dilihat permohonan-permohonan dan mempelajari bagaimana menyusunnya, termasuk menyusun petitum," ujar Saldi.
Tahapan Selanjutnya di MK
Setelah menerima perbaikan permohonan, Saldi Isra menjelaskan bahwa perkara tersebut akan dibawa ke Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Dalam rapat yang akan dihadiri oleh sembilan atau minimal tujuh hakim konstitusi itu, akan diputuskan kelanjutan dari permohonan uji materi ini.
"Nanti akan membahas permohonan ini, apakah permohonan ini akan diputus setelah adanya pleno atau akan diputus tanpa pleno," jelasnya. Pihak MK akan menyampaikan perkembangan lebih lanjut mengenai perkara ini setelah RPH selesai dilaksanakan.
Referensi:
Sumber artikel: www.gelora.co (02/12/2025)
0 Komentar