Supratman menyatakan bahwa terdapat belasan Peraturan Pemerintah (PP) yang perlu diterbitkan sebagai tindak lanjut dari KUHAP. Dari jumlah tersebut, tiga PP bersifat mutlak dan harus segera diselesaikan untuk mengejar target pemberlakuan pada 2 Januari.
Selain itu, ia juga menyoroti urgensi pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Penyesuaian Pidana yang diharapkan dapat disetujui pada akhir masa persidangan.
Pembahasan Tertunda Akibat Aturan Turunan
Menurut penjelasan Menkum Supratman Andi Agtas di kompleks parlemen, Jakarta, pada hari Selasa, proses legislasi RUU Perampasan Aset akan dilanjutkan setelah aturan turunan KUHAP yang baru selesai disusun. Ia menekankan adanya tiga Peraturan Pemerintah yang menjadi prioritas utama untuk segera diterbitkan.
Selain fokus pada aturan turunan KUHAP, pemerintah juga menganggap RUU tentang Penyesuaian Pidana sebagai salah satu legislasi yang mendesak untuk disahkan. Harapannya, RUU ini dapat disetujui oleh DPR sebelum masa persidangan berakhir.
Perjalanan Panjang RUU Sejak 2008
RUU Perampasan Aset memiliki sejarah legislasi yang panjang dan kompleks. Inisiatif ini pertama kali diajukan pada tahun 2008 oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sejak saat itu, draf RUU telah mengalami revisi sebanyak dua kali karena adanya sejumlah pasal yang dianggap kontroversial.
Pada tahun 2010, draf RUU selesai dibahas oleh berbagai kementerian dan siap diajukan ke DPR. Dua tahun kemudian, pada 2012, Badan Pembinaan Hukum Nasional ditugaskan untuk menyusun naskah akademiknya. Meskipun telah melalui berbagai tahapan, pembahasan RUU ini kerap mengalami penundaan.
Dinamika dalam Program Legislasi Nasional
Perjalanan RUU Perampasan Aset dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) menunjukkan dinamika yang signifikan. Pada tahun 2015, DPR memasukkannya ke dalam Prolegnas jangka menengah. Pemerintah kembali mengajukan RUU ini pada tahun 2019, namun tidak ada pembahasan hingga tenggat waktu terlewati.
Pada 2021, Badan Legislasi (Baleg) DPR memutuskan menghapusnya dari daftar Prolegnas. RUU ini kembali masuk dalam Prolegnas 2023 setelah Presiden Joko Widodo mengirimkan surat kepada Ketua DPR, Puan Maharani. Namun, hingga akhir 2023, pembahasan tetap tidak terlaksana. Bahkan, pada 18 November 2024, RUU ini sempat hilang dari daftar usulan DPR untuk Prolegnas.
Harapan Baru di Prolegnas Prioritas 2025
Babak baru muncul saat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI periode 2024-2029 mengusulkan agar RUU Perampasan Aset dimasukkan kembali ke dalam Prolegnas Prioritas untuk dibahas pada tahun 2025. Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, menyatakan bahwa RUU tersebut diusulkan menjadi inisiatif DPR.
Langkah ini mengubah status RUU yang sebelumnya merupakan usulan pemerintah dalam Prolegnas Jangka Menengah 2024-2029. "Jadi perampasan aset tidak ada lagi perdebatan di pemerintah atau apa, tapi di DPR. Dan itu masuk ke 2025," ujar Bob Hasan saat memimpin rapat evaluasi Prolegnas di Jakarta.
Referensi:
Sumber artikel: www.liputan6.com (19/11/2025)
0 Komentar