Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberikan ultimatum kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk melakukan pembenahan internal dalam waktu satu tahun.
Ancaman serius dilontarkan jika kinerja institusi tersebut tidak membaik, yaitu potensi pembekuan dan pengalihan fungsi kepabeanan kepada pihak swasta asing.
Pernyataan ini muncul menyusul penilaian kinerja DJBC yang dianggap kurang memuaskan, baik di mata pimpinan negara maupun masyarakat luas. Berbagai persoalan yang mencuat ke publik menjadi dasar evaluasi kritis tersebut.
Ancaman Pembekuan dan Batas Waktu Satu Tahun
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan telah meminta waktu selama satu tahun kepada Presiden Prabowo Subianto untuk memperbaiki citra dan kinerja DJBC. Menurutnya, citra lembaga tersebut saat ini kurang baik di media, masyarakat, dan di kalangan pimpinan tertinggi negara.
"Saya bilang ke mereka, saya sudah minta waktu ke Presiden satu tahun untuk tidak diganggu dulu, beri waktu saya untuk memperbaiki Bea Cukai, karena ancaman serius," ujar Purbaya pada Kamis, 27 November. Beberapa kasus yang menjadi sorotan termasuk tidak adanya pengawasan di bandara kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dan masuknya 250 ton beras ilegal melalui Sabang, Aceh.
Opsi Pengalihan Fungsi ke Perusahaan Asing
Purbaya menegaskan bahwa jika DJBC gagal memperbaiki kinerjanya dan kepuasan publik tidak tercapai, pemerintah mempertimbangkan opsi untuk membekukan lembaga tersebut. Fungsinya kemudian dapat dialihkan kepada Societe Generale de Surveillance (SGS), sebuah perusahaan swasta asal Swiss.
Langkah ini merujuk pada kebijakan yang pernah diambil pada era Orde Baru, ketika Presiden Soeharto membekukan DJBC pada tahun 1985 akibat maraknya pungutan liar dan penyelundupan.
Kondisi tersebut berlangsung hingga 1995. Purbaya mengingatkan, kebijakan pembekuan dapat berdampak pada 16.000 pegawai DJBC yang berisiko dirumahkan. Sebagai salah satu langkah perbaikan, Purbaya menyebut adanya upaya peningkatan digitalisasi di seluruh kantor Bea Cukai untuk mencegah penyimpangan.
Tanggapan Komisi XI DPR RI
Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menanggapi wacana tersebut dengan menegaskan bahwa keputusan pembekuan DJBC sepenuhnya merupakan kewenangan Menteri Keuangan. Ia menyatakan hal ini usai Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) pada Jumat, 28 November.
Misbakhun mendorong agar DJBC memanfaatkan kesempatan satu tahun yang diberikan untuk berbenah secara serius. "Manfaatkan waktu satu tahun ini sebaik mungkin, ikuti semua arahannya sehingga apa yang menjadi kekhawatiran masyarakat, apa yang menjadi ancaman yang disampaikan oleh Menteri Keuangan itu tidak sampai terwujud," ujarnya.
Pertimbangan Kedaulatan Ekonomi Nasional
Di sisi lain, Misbakhun meminta Menteri Keuangan untuk mempertimbangkan secara komprehensif untung dan rugi dari rencana pembekuan DJBC. Menurutnya, setiap keputusan harus diperhitungkan dampaknya terhadap upaya pemerintah dan DPR dalam membangun kedaulatan serta kemandirian ekonomi nasional.
Ia juga menyatakan keyakinannya bahwa masih banyak pegawai di internal Bea Cukai yang memiliki integritas tinggi. "Saya yakin banyak pegawai Bea Cukai, jajaran di Bea Cukai yang orang-orang baik itu harus menjadi motor, gerakan bagaimana Bea Cukai itu bisa dipercaya kembali oleh seluruh rakyat Indonesia," katanya. Menurutnya, para pegawai ini dapat menjadi penggerak untuk memulihkan kepercayaan publik, Menteri Keuangan, dan Presiden.
Referensi:
Sumber artikel: voi.id (29/11/2024)
0 Komentar