
Perayaan Hari Bhayangkara ke-79 Polri bukan hanya menjadi momen seremonial tahunan, tapi juga mencuri perhatian publik karena pameran teknologi canggih yang dipertontonkan. Salah satunya adalah kehadiran robot berkaki empat yang dijuluki sebagai "robot anjing".
Robot ini diperkenalkan sebagai inovasi terbaru dalam bidang keamanan dan penanggulangan bencana. Klaim kemampuannya cukup mengesankan, mampu mengevakuasi korban, mendeteksi gas beracun, hingga membubarkan massa lewat suara ultrasonik. Namun bukan fungsinya yang jadi sorotan utama, melainkan harga fantastis yang disebut mencapai Rp3 miliar per unit.
Dugaan Mark Up Pengadaan Robot Anjing Polri
Dalam parade Hari Bhayangkara yang digelar di Monas pada 1 Juli 2025, Polri memamerkan sejumlah robot termasuk model berkaki empat yang tampil mencolok. Menurut pengembang dari PT Ezra Robotics Teknologi, harga dasar robot tersebut nyaris menyentuh Rp3 miliar. Nilai ini langsung memicu perdebatan luas di ruang publik.
Publik mempertanyakan, apakah biaya sebesar itu sebanding dengan fungsi dan teknologi yang ditawarkan. Terlebih, saat unjuk aksi di lapangan, robot-robot tersebut masih tampak dikendalikan secara manual, belum menunjukkan kecerdasan buatan yang otonom sebagaimana dijelaskan dalam pernyataan resmi.
Netizen Buka Data, Temukan Harga Jauh Berbeda
Kecurigaan masyarakat bertambah setelah banyak netizen membandingkan robot tersebut dengan produk serupa yang dijual bebas di platform e-commerce global. Salah satu nama yang muncul adalah Unitree Go2, robot anjing buatan China yang tampak identik dengan versi yang dipamerkan oleh Polri.
Berdasarkan penelusuran publik, harga robot Unitree Go2 di marketplace hanya berkisar antara Rp45 juta hingga Rp143 juta tergantung spesifikasinya. Bahkan ada versi lebih ringan seperti Go1 Air yang dijual sekitar Rp43 juta. Perbedaan harga ini sangat mencolok jika dibandingkan dengan angka Rp3 miliar yang disebut dalam acara resmi.
Respons netizen pun penuh sindiran dan rasa curiga. Beberapa menyebut hal ini sebagai indikasi potensi markup anggaran. Tak sedikit pula yang mempertanyakan mengapa Polri tidak mengembangkan teknologi serupa secara mandiri, jika memang memiliki sumber daya dan mitra lokal yang kompeten.
Efisiensi dan Transparansi dalam Belanja Teknologi Negara
Pengadaan barang dan jasa untuk instansi negara selalu berada di bawah pengawasan publik. Dalam kasus robot anjing ini, masyarakat menuntut transparansi mengenai spesifikasi yang dibeli, proses tender, hingga dasar penghitungan harga. Di tengah tingginya kebutuhan untuk layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, penggunaan anggaran dalam jumlah besar untuk teknologi harus memiliki justifikasi yang kuat.
Fungsi yang diklaim oleh pihak pengembang memang terdengar ideal—dari pencarian korban bencana, patroli keamanan, hingga pengendalian massa. Namun efektivitasnya di lapangan masih belum dapat dibuktikan secara menyeluruh. Oleh sebab itu, banyak pihak menilai perlu dilakukan audit untuk memastikan bahwa pengadaan ini benar-benar efisien dan tidak merugikan negara.
Kontrol Publik Semakin Kuat di Era Informasi Terbuka
Di era digital saat ini, masyarakat memiliki akses yang sangat luas terhadap informasi. Hanya dalam hitungan jam, publik bisa membandingkan harga, menemukan referensi produk, hingga membongkar informasi teknis dari alat yang digunakan oleh instansi negara. Hal ini menunjukkan bahwa kontrol sosial kini bukan hanya datang dari lembaga pengawas formal, tapi juga dari netizen yang kritis dan aktif.
Sosial media pun menjadi kanal utama untuk menyuarakan opini, protes, hingga menuntut kejelasan. Jika tidak ada penjelasan yang kredibel, kasus seperti ini bisa menggerus kepercayaan publik terhadap institusi, bahkan terhadap proyek-proyek teknologi lainnya di masa depan.
Pentingnya Keterbukaan dalam Pengadaan Alat Negara
Setiap pengadaan teknologi oleh instansi publik perlu dikawal secara terbuka, sejak tahap perencanaan hingga implementasi. Bukan hanya agar penggunaan anggaran lebih akuntabel, tapi juga demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap niat baik dari pemerintah dan aparatnya.
Dalam kasus ini, publik menunggu penjelasan resmi dari Polri maupun pihak terkait lainnya. Jika memang ada nilai tambah atau fitur khusus dari robot yang digunakan, maka seharusnya dapat dijelaskan secara transparan. Sebaliknya, jika ditemukan ketidaksesuaian harga atau prosedur, maka perlu ada koreksi dan penegakan hukum yang tegas.
Teknologi semestinya menjadi solusi, bukan sumber kontroversi. Dan agar dapat berfungsi sebagai solusi, teknologi tersebut harus dibangun di atas dasar keterbukaan, efisiensi, dan kepentingan publik.
Referensi:
- konteks.co.id – 02/07/2025
0 Komentar